#MelekPolitik

Politik. Apa yang lebih menggelitik?
Membagi-bagi togel di meja-meja mentri, mengibaskan dollar di mata pejabat.
Black campaign, isu negatif, iklan persuasif, macan, kucing, siapa yang peduli?
Saya ini cuma awam.

Tapi kalian lebih awam jika tidak kenal rakyat.


Plot



Pagi adalah jendela yang sulit menganga
ketika terbuka, surga tumpah di depan mata.
Tetangga dan lalu lalang seumpama riasan
dan kau, orang yang menghirup napas terlalu dalam.
Jurai rambutmu tak securam terjun
tapi malang di cintaku setajam ujung.
Cobalah sambangi pikiranku,
lihat betapa wajahmu menjadi ramu yang memadati ruang itu.


Yogyakarta, 12 Juni 2014.

Kemarau Bulan April



Dalam kepalaku melabuh sebuah bandul
Mengayun serupa ayunan
Atau lampu pijar milik tetangga

Kemarau bulan April mendulang bara memoria
Pada sesosok perempuan bersanggul
Seberapa besar beban yang kau panggul?

Kemarau bulan April meretakkan isi kepalaku:
Pralon-pralon rumah susun
Menjalar ke jalan-jalan buntu

Kemarau bulan April menciptakan ilusi
Ada yang mengguncang serupa lotre
Ada yang membuncah serupa sore

Farewell Day in Highschool

Masa sekolah adalah masa di mana pribadi-pribadi saling mengenal. Entah lugu atau masih malu. Kepribadian mulai dibenahi, pengetahuan diperluas. Meskipun kemampuan belum bisa menandingi guru, tapi usia yang semakin merayap membuat kami paham. Sudah saatnya kami mengejar prestasi dan menjajal kemampuan di gedung lain.
Peristiwa melodramatis sampai krusial terjadi di sekolah ini, SMK Sanjaya Pakem. Guru dan karyawan bekerja dengan totalitas ekstra, mentalitas siswa digojlok, dan pelajaran-pelajaran luar biasa diberikan kepada kami.
Di sekolah ini kami mengukir kenangan dan prestasi. Kami menjadi tahu bahwa sekolah bukan masalah dana, tapi niat untuk menggali ilmu. Bapak/Ibu guru yang berjiwa besar telah membuat kami besar karena pengetahuan, baik moral maupun intelektual. Kami harap ilmu dari Bapak/Ibu guru bisa menjadi bekal untuk masa depan kami. Sekolah bagi kami bukan untuk mengejar nilai akademis. Kami tidak menganggapnya sebagai sebuah kompetisi. Nilai itu semu, tapi ilmu, tidak terbatas.

Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu guru karena kalian tidak hanya membuat kami pintar, tetapi juga cerdas. Perjuangan kami di sekolah ini adalah sebagian dari perjalanan kami dalam merangkaki dunia pendidikan. Para guru di sini memegang peranan penting untuk itu.

Filsafat Buah

Hidup hakikatnya buah yang terkatung-katung di ujung dahan. Menunggu jatuh atau bermain jungkat-jungkit setiap kali tersambar angin. Seorang anak kecil setengah dewasa (Entah apa maksud saya ini. Mungkin ada bocah yang lahir di dalam dirinya sebelum pemikirannya cukup dewasa. Atau alter ego yang sesekali menguasai hidup seseorang.) melihat buah busuk di pohonnya. Saya kira itu sama dengan kehidupan kita. Lebih baik busuk di tanah bukan daripada busuk saat masih hidup?
...